Diposkan pada Serial surah Al-Baqarah

People of Taqwa… part 2 {2:4}


Assalamu’alaikum Warohmatullah

Alhamdulillah masih diberi nikmat iman, nikmat sehat, dan banyak lagi nikmat lainnya yang perlu untuk disyukuri.

Melanjutkan serial AlBaqarah ini, kita sampai di ayat 4. Bagi yang kemaren-kemaren belum baca, bisa baca di bawah ini ya :

So, di ayat sebelumnya kita sudah membahas tentang salah satu kategori orang yang bertaqwa yang akan bisa mendapatkan petunjuk dari kitab ini (Quran). After all, akan ada banyak orang yang baca Quran tapi tidak mendapatkan petunjuk darinya. Nah, sekarang kita akan coba bahas kategori lain dari orang yang bertaqwa ini. Apa sih kategorinya? Dalam ayat ini Allah swt. Berfirman :

(وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِالْآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ)

[Surat Al-Baqarah 2:4]

Terjemahan sederhananya adalah “dan mereka yang beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu (Rasulullah saw./Quran), dan kepada apa yang diturunkan atas orang-orang sebelum kamu (kitab-kitab sebelum Quran), dan terhadap hari akhir, mereka yakin (pasti akan terjadi)”

Sedikit lebih rumit dari yang biasanya, tapi mudah-mudahan bisa saya bantu permudah untuk memahaminya. Karena sebetulnya ada pesan kuat dan mendalam dari ayat ini. Sekaligus mungkin sindiran dan tamparan keras bagi kita yang hidup di zaman ini. Why? Let’s find out… :):)

Dimulai dari bagian pertama dari ayat ini, yang cukup menarik karena ajakannya adalah sama-sama beriman. Jika kita ingat, di ayat sebelumnya adalah ajakan beriman kepada yang ghaib, maka di ayat ini ajakannya adalah beriman kepada AlQuran dan kitab-kitab sebelumnya. Tapi kalo kita berpikir sedikit lebih dalam? Why spesifically say that? Bukankah di dalam perintah kepada yang ghaib itu juga sudah terkandung perintah untuk beriman kepada kitab Allah? Lalu kenapa secara spesifik harus disebutkan lagi? Wanna guess?

Karena salah satunya adalah untuk menegaskan kembali dan memberikan peringatan kepada audience di saat itu, bahwa kau tidak bisa sepenuhnya menjadi orang yang bertaqwa dan mendapat petunjuk, jika kau tidak beriman kepada kitab ini, dan juga kepada kitab sebelumnya. Btw, masih ingat siapa audience utamanya saat itu? Kaum muslimin, nasrani, dan yahudi yang ada di madinah, which is mereka belajar dan tau tentang kitab sebelum Quran. Dan di ayat ini bisa dikatakan spesifik untuk mereka yang belajar kitan sebelumnya, bahwa tidak cukup hanya beriman kepada kitab itu saja, tapi harus juga beriman kepada Quran. Jadi ayat ini bisa dikatakan sindiran kepada mereka, kenapa mereka masih tetap tidak mau beriman? Padahal jelas di dalam kitab mereka dikabarkan tentang Nabi terakhir, dan kitab terakhir. Tapi karena bukan dari bangsa mereka, mereka menolaknya.

Lalu apa yang bisa diambil dari ayat ini bagi kita generasi yang hidup di tahun 2016 ini? Bahwa mereka yang berilmu, punya kesempatan untuk lebih bertaqwa daripada mereka yang biasa-biasa saja. Dan mereka yang berilmu, juga punya kewajiban lebih untuk menyampaikan petunjuk yang mereka dapat dari kitab ini. Why? Karena di jaman dahulu pun tidak semua pemeluk agama yahudi atau nasrani adalah ahli kitab. Ada juga rakyat biasanya, yang hanya kerja sepanjang hari, gak sekolah, gak dapat pendidikan. Makanya ketika di bilang tentang kitab, itu seolah olah tertuju kepada kaum terpelajar. Karena hanya kaum terpelajar yang tau tentang kitab. Makanya itu pula, bagi kita yang diberi kesempatan lebih untuk belajar agama itu harusnya taqwanya juga lebih tinggi, bukan judgementnya yang lebih tinggi. Kitab Quran ini adalah petunjuk, dan petunjuk itu hanya akan berguna jika yang bersangkutan mencarinya. Bagi orang yang mempelajari kitab ini, tapi hanya untuk mengambil hukum-hukumnya, dia bisa saja dapat hukum yang dia cari, tapi dia belum tentu mendapatkan petunjuk atau hikmah dari kenapa hukuman itu Allah berikan. Bagi mereka yang belajar Quran ini hanya untuk mempelajari cara bacanya, dia bisa jadi Qori yang bagus tapi dia belum tentu jadi orang yang perilakunya sesuai petunjuk Quran. Makanya, sejak dari awal Allah sudah kasih kita orientasi, bahwa attitude kita haruslah alif lam mim, artinya, kita gak tau apa-apa, dan kita tetap tidak akan tau apa-apa. Datanglah dan pelajarilah Quran sebagaimana orang yang lagi nyasar dan butuh petunjuk jalan, Quran gak butuh kita, kita yang butuh Quran.

Salah satu fitur menarik juga dari ayat ini adalah, kita tau setelah Rasulullah saw. meninggal, ada banyak nabi-nabi palsu, bahkan sampai saat ini. Lalu dari mana kita tau bahwa mereka itu palsu? Ada dua hal. Pertama, karena sejak awal Allah bilang dengan kata kitab, yang sudah kita bahas bahwa kitab itu udah strict as it is, gak bisa diubah-ubah. So itu sudah jaminan. Kedua, di ayat ini, karena Allah cuma bilang kita cuma perlu percaya kepada kitab ini, dan kitab sebelum ini. That’s it. Tidak ada disebut kitab setelah ini. Seandainya masih ada kitab setelah Quran, maka Allah pasti sebutkan pula “wa maa unzila min ba’dika” yang artinya “dan dari apa yang kami turunkan setelahmu”. Tapi Allah gak bilang gitu. Makanya ini adalah jaminan, bahwa yang perlu kita imani adalah Quran dan kitab sebelumnya saja, yaitu taurat, zabur, dan injil. Kalo ada misalnya hari ini, atau beberapa tahun lagi yang ngaku nabi, dapat wahyu, dan bilang nerima kita lagi, sudah jelas pasti dia pendusta. No doubt about it.

Potongan terakhir dari ayat ini adalah tentang hari kiamat, which is so important. Kenapa harus spesifik menyebutkan hari kiamat? Bukankah sudah include juga ketika kita bilang percaya kepada yang ghaib? Karena, kita perlu tau dan sadari, bahwa kepercayaan dan keyakinan terhadap hari kiamat itu cuma ada di islam, bahkan hingga hari ini. Kalian boleh tanya, atau boleh survey kepada pemeluk agama lain, apakah hari akhir atau hari kiamat itu beneran ada? Dan apa yang akan terjadi di sana? Saya jamin, tidak akan ada yang bisa memberikan penjelasan yang jelas dan terinci, sebagaimana yang diajarkan agama islam. Kenapa? Karena bagi mereka, hari akhir itu gak benar-benar ada. Atau kalopun mereka percaya itu ada, konsepnya masih ngambang dan pasti akan ketauan keragu-keraguan mereka dari jawaban-jawabannya. Sebagai contoh, silahkan tanya? Bener gak sih ada hari kiamat? Bener gak sih kita ni akan diadili di hadapan Allah? Bener gak sih ada surga dan neraka? Bener gak sih gak semua manusia bakal masuk surga? Ada apa aja sih di surga? Berapa lama kita bakal di surga? Dan apa aja yang bisa kita lakukan di surga? Trus di neraka ada apa aja? Berapa lama kita disana? Apa aja yang bisa kita lakukan di neraka? Mungkinkah kita bisa selamat dari neraka? Dan mungkinkah kita diseret ke neraka walaupun sudah dikatakan masuk surga?

So, kenapa Allah perlu sebutkan keimanan tentang hari kiamat ini secara spesifik, karena keimana tentang hari kiamat ini sudah berangsur menghilang dari masyarakat saat itu, bahkan masih terbawa hingga masyarakat saat ini. Saya pribadi bahkan pernah baca salah satu perkataab teman saya yang non muslim, bahwa konsep surga dan neraka itu adalah surga itu ketika kau melakukan hal baik kepada orang lain, dan orang bahagia dengan itu. Dan neraka itu sebaliknya. Dan sebagian lagi berkata, hidup itu selesai ketika mati, gak ada itung-itungan ataupun siksa. Sebagian lagi berkata, ketika kita mati, kita akan hidup kembali menjadi sesuatu yang lain, atau lebih dikenal dengan konsep reinkarnasi. Semua ini menunjukkan, bagi saya pribadi setidaknya, bahwa mereka memang tidak yakin dengan hari kiamat. Dan itu sebabnya Allah tegaskan sejak awal surat, bahwa keyakinan tentang hari kiamat itu adalah penting. Dan tidak mungkin dimiliki kecuali bagi orang yang bertaqwa.

Selain itu, ada 2 hal yang menarik disini. Pertama struktur kalimat yang digunakan, which passive form. Dan yang kedua penggunaan kata “yaqin” itu sendiri. Kenapa dalam bentuk passif? Karena yang ingin ditonjolkan adalah tentang hari akhiratnya. Sama seperti kalimat, “saya makan apel” dengan “apel dimakan saya”. Saya makan apel yang ditonjolkan adalah sayanya. Sedangkan kalimat apel di makan saya, yang ingin ditonjolkan adalah apelnya. Nah ayat ini juga begitu. Di bagian akhir itu, Allah dengan tegas menyebutkan, dan tentang hari akhirat itu, no doubt about it. They’re sure, very sure that it will happen. Dan yang kedua, penggunaan kata “yaqin”. Kenapa yakin? Bukankah sebelum-sebelumnya cuma disebut beriman? Bukankah percaya saja sudah cukup? ternyata tidak. Allah bilang, kalo untuk urusan akhirat, percaya saja tidak cukup, kamu harus benar-benar yakin. Apa bedanya? Bedanya adalah, orang bisa saja percaya tapi gak yakin. Tapi orang yang yakin, tidak mungkin dia gak percaya. Sebab, keyakinan itu adalah masalah hati. Lebih banyak dimainkan oleh aspek psikologis dan emosi. Sedangkan keyakinan, baru akan muncul setelah melalui proses berfikir, ada respon atas indera, dan dari situ otak kita mengolahnya sampe muncul keyakinan. Sebuah contoh sederhana, dosen masuk kelas, lalu bilang, “kalian besok gak usah hadir ujian, semuanya sudah dapat A”. Respon mahasiswa pasti akan macam-macam. Ada yang percaya begitu saja tanpa peduli, dan benar-benar gak datang besoknya. Tapi ada juga yang percaya tapi gak yakin, apa iya sih? Efeknya apa? Dia masih akan datang besok, jaga-jaga kalo dosennya bohong. Kapan mahasiswa itu akan yakin? Kalo misalnya dosen itu datang, bilang seperti tadi, sambil nunjukin rekap nilai kepada seluruh mahasiswanya, bahwa mereka benar-benar dapat A semua. Dijamin, besok satupun gak akan ada yang datang, ya gak? Nah sama, kapan kita yakin kalo akhirat itu pasti terjadi? Ketika kita sudah membaca apa yang Allah sampaikan di dalam Quran, dan kita juga melihat alam yang ada di sekitar kita. Allah sudah memberikan kita begitu banyak ayat dan contoh untuk membuat kita yakin, bahwa akhirat itu ada. Dan itu tugas kita untuk berpikir, dan menumbuhkan keyakinan, bahwa akhirat itu pasti terjadi.

So, sekian dulu untuk ayat 4. In syaa Allah next kita lanjut ke ayat 5. Mudah-mudahan bisa terus istiqomah untuk nulis serial ini, sembari terus nulis teman-tema lainnya juga. Semoga tulisan ini bermanfaat dan saya terus menerima masukan dan diskusi dari pembaca sekalian untuk menambah ilmu dan wawasan kita, sehingga kita semakin percaya dan semakin yakin atas apa yang Allah swt. Perintahkan di dalam AlQuran. Akhirul kalam.

Wassalamu’alaikum warohmatullah

Diposkan pada serial, Serial surah Al-Baqarah

That book….{2:2}


Assalamu’alaikum warohmatullah…

Melanjutkan seri sebelumnya dari surah AlBaqarah… Kalo belom baca, bisa di baca di sini ya. Nah, kebetulan background storynya masih sama, jadi saya gak saya ulang ya, silahkan baca di link di atas aja… :):)

Di ayat kedua ini, adalah lanjutan dari ayat pertama. Btw, bagi yang masih belum familiar, dalam Quran, ada beberapa huruf yang di sebut huruf  mutasyabihat atau huruf-huruf “rahasia” yang hanya Allah yang tau maknanya. Contohnya adalah alif lam mim, haa miim, kaf ha ya ‘ain shad, nun, qaf, dsb. Kita tidak tau persis maknanya tapi kita tetap bisa mengambil pelajaran darinya. Nah yang menariknya adalah, setiap kali disebutkan huruf-huruf mutsyabihat ini, maka ayat selanjutnya pasti membahas tentang AlQuran. Termasuklah salah satunya ayat yang akan kita bahas pada hari ini.

Ayat kedua ini, bunyinya adalah :

(ذَٰلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ ۛ فِيهِ ۛ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ)

[Surat Al-Baqarah 2:2]

Kita coba bedah ya….

Pertama adalah kata ذلك. ذلك itu adalah kata tunjuk, yang artinya itu. Dan dalam bahasa arab, kata ini digunakan untuk menunjuk sesuatu yang letaknya jauh. Hampir mirip dengan bahasa indonesia lah, kalo barangnya dekat kita bilang misalnya “buku yang ini nih” (sambil ditunjukin barangnya). Tapi kalo barangnya jauh kita bilang, “buku yang itu tuh” (sambil nunjuk ke barangnya atau nunjuk ke arah situ). Paham lah ya. Simpel kok masih…

Nah yang menarik nih kata كتب. Kenapa menarik? Pertama dia pake awalan ال, yang mana dalam bahasa arab, kalo ada isim, kemudian di depannya pake ال itu artinya menunjuk ke sesuatu yang spesifik, sesuatu yang semua orang tau, yang semua orang kenal, dan gak akan ditanya lagi, “yang mana sih?”. Nah yang ini agak sulit untuk mencari analoginya dalam bahasa Indonesia. Tapi saya punya sebuah analogi yang mudah-mudahan bisa mewakili.

Ada 2 orang murid, si A dan si B, mereka sedang bercakap cakap. Si A berkata, “eh B, mata kuliah ekonomi ada tugas ngerangkum katanya? Ngerangkum dari buku yang mana?” Lalu si B menjawab, “dari buku yang ‘itu’ loh… paham kan?” Dan si A akan merespon, “oh… buku ‘itu’. Oke deh…”

Nah kira-kira yang begitu. Jadi tanpa secara eksplisit disebutin judulnya pun atau namanya pun, mereka sama-sama tau buku yang dimaksud. Nah sama dengan kasus di ayat ini. Dalam bahasa arab, untuk mengungkapkan sesuatu yang sudah terkenal atau sudah masyhur itu cukup dengan menambah ال, jadi misalnya الكتاب | المدرسة dsb. Itu artinya menunjukkan buku yang spesifik, sekolah yang spesifik.

Nah, balik lagi ke ayat tadi. Allah berfirman, 

(ذَٰلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ ۛ فِيهِ ۛ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ)

Di situ, kata kitab menggunakan ال yang berarti kitab yang di maksud spesifik. Yang menarik adalah, Quran saat itu belum berbentuk kitab. Masih berupa bacaan. Kalo yang namanya kitab, itu dia pasti tertulis. Ada tulisannya, bisa dilihat dan di baca dengan mata. Beda dengan bacaan atau hapalan. Ketika orang membaca, ini maksudnya membaca dalam artian menghapal atau seperti bernyanyi tanpa teks gitu, tentu gak harus ada teks, ada tulisannya, karena namanya juga hapalan. Quran ketika diturunkan itu hanya berupa bacaan, bukan semacam selebaran yang turun dari langit kemudian dibacakan ke umat muslim. No, it’ an oral tradition. Dan tentu ketika Qur’an menyebutkan kitab, pasti akan mengundang tanda tanya bagi pendengarnya. Siapa pendengarnya? Umat muslim dan kaum yahudi nasrani di kota madinah. Apa yang bisa kita ambil?

Bagi umat muslim tentu akan menambah keimanan, karena mereka tau bahwa Quran itu sejatinya sudah tertulis di lauh mahfuz, dan baru turun ke dunia sepotong sepotong, ayat demi ayat. Dan ini adalah bagian dari kemudahan dari Allah. Dan penggunaan kata kitab ini sendiri juga akan menambah keimanan karena itu akan menguatkan keyakinan mereka terhadap sesuatu yang ghaib, yang akan di bahas di ayat 3 nanti in syaa Allah.

Bagi umat yahudi nasrani, maka ini adalah sindiran sebenarnya. Karena mereka itu adalah umat yang mengerti kitab. Bahkan sebagian mereka disebut ahli kitab. Lalu ketika Quran menyebutkan suatu kitab dan itu bukan kitab mereka, tentu harusnya ini menimbulkan pertanyaan bagi mereka, kalo bukan kitab yang kami pegang ini, lalu kitab yang mana lagi yang “laa raiba fiihi, hudan lil muttaqiin”, yang sengaja saya belum terjemahkan. Jadi hanya dari penggunaan “al-kitaab” harusnya sudah menimbulkan pertanyaan di benak mereka. 

Itu baru penggunaan ال dari kata  “al-kitaab”, sekarang kita masuk ke bagian kedua kata كتاب itu sendiri. كتاب itu berasal dari bahasa Arab كتب atau “kutubun” yang artinya menulis.  Or literally, to write. Sesuatu yang cukup langka di lakukan orang jaman sekarang, karena yang kita lakukan adalah mengetik. Kita harus tau perbedaan mendasarnya. Ketika kita menulis dengan media digital, ketika ada kesalahan, baik itu salah kata, salah ketik, salah letak, kita bisa memanfaatkan tombol delete, cut, move, copy, paste, edit, dsb. Artinya tulisan kita di dunia digital masih bisa diubah. Ketika menulis dengan pena, atau bahkan di jaman dahulu menulis di batu, atau pelepah-pelepah pohon, ketika ada kesalahan, kau hanya punya dua pilihan, coret, atau ngulang lagi dari awal. No edit, no copy paste, and of course, no undo…. it is what it is, and that’s it. Itu aslinya definisi كتاب dari sisi bahasa.

Mau tau apa hikmahnya, hanya dari kata kitab di awal Quran, sejatinya sudah menjadi penegasan, bahwa Quran itu ya begitulah. Ya begitu dari jaman Quran diturunkan, dan akan tetap begitu hingga akhir zaman. Gak bakal ada namanya Quran revisi satu, Quran final, Quran final banget-banget, Quran paling final no edit lagi, atau lainnya. Mereka yang lagi nyusun skripsi pasti paham maksudnya, hehehe

Anyway, intinya adalah Allah menegaskan, bahwa Quran itu gak bakal berubah, dan tidak akan ada perubahan hingga akhir zaman. Dan akan dipertegas lagi nanti, di ayat 4. Seperti apa? Ikutin terus bahasan di blog ini, dan terus do’akan agar saya istiqomah.

Yuk lanjut, ke kata berikutnya, “laa raiba fiih” yang terjemahan sederhananya adalah “tiada keraguan padanya”. Hal yang menarik untuk diangkat adalah penggunaan kata “raiba” atau ريب, which is awesome. Orang arab punya berbagai kata untuk mengungkapkan keraguan. Salah satunya yang digunakan di surah an-naas yaitu وسوس atau “was wasa”, ada juga kata “syak” atau شكّ, dsb. Yang membuat kata ريب ini menarik adalah, kata ريب hanya digunakan ketika kau ragu dan keraguan itu bikin kamu gak bisa tidur, gak tenang, dan gelisah. Yah mirip-mirip orang lagi jatuh cinta lah. Cuma bedanya ini ragu. Jadi ريب itu tidak digunakan kalo ragunya itu cuma kelas “eh tadi di suruh beli sekilo apa dua kilo ya?” ريب hanya digunakan untuk ragu kelas “internasional” 😁😁.

Jadi, paham kan maksudnya ketika Allah bilang Quran itu لا ريب فيه? Di satu sisi ini bermakna bahwa Quran itu adalah sumber yang haqqul yaqin, no doubt about it whatsoever. Di sisi lain, juga berarti adalah wajar jika ada perbedaan pendapat karena ragu untuk menafsirkan apa yang sesungguhnya Allah ingin sampaikan. Dan penafsiran itu biasa saja, tidak sampai ke level aqidah. Artinya hal yang membuat ragu seperti “apakah Allah itu ada?”, “apakah kiamat itu benar?”, “apakah surga dan neraka itu ada?” Dan hal-hal mendasar lainnya yang seperti ini, pasti sudah merupakan kesepakatan dan tidak akan ada yang tidak sependapat.

Dan bagian terakhir dari ayat ini adalah “hudan lil muttaqiin”. Sejujurnya, membahas part ini saja, bisa jadi satu tulisan sendiri, tapi saya sudah bertekad, ini harus jadi satu tulisan. So, here we go.

Kata pertama, “hudan” atau هد, yang arti sederhananya adalah petunjuk, kalau saya tidak salah ingat di salah satu lecture lainnya ust. NAK pernah menjelaskan bahwa asal katanya adalah dari kata هري atau diserap dalam bahasa indonesia menjadi “hadiah”. So what is hadiah? Hadiah adalah sesuatu yang kita kasih ke orang, dan kita tau orang itu membutuhkannya. Itulah sebenarnya esensi dari hadiah. Poin pentingnya, adalah pemberian, dan kita tau orang itu butuh. Nah, uniknya lagi, kata هد ini sering di pakai untuk pengelana yang tersesat di padang pasir. Dan apa yang paling diperlukan oleh orang uang tersesat? Sudah tentu petunjuk. Makanya petunjuk itu adalah hadiah bagi mereka. And in a sense, hadiah juga bagi tiap manusia. Maka ada yang bilang, hidayah tu mahal…

So, simply هد itu adalah petunjuk, step by step bagaimana bisa mencapai sesuatu. Tentu bagi kita yang diamanahi untuk mengurus bumi ini, perlu panduan gimana caranya menjalankan peran itu. Nah petunjuk-petunjuk itu tertuang di dalam Quran dan Sunnah Rasulullah saw. That’s how we should live it.

Kemudian part terakhir, “متّقين” yang terjemahan sederhananya adalah orang-orang bertaqwa. Yang menarik adalah, taqwa itu apa sih? Ada yang bilang taqwa itu artinya takut kepada Allah. Ada lagi yang bilang taqwa itu menjalankan perintah Allah dan menjauhi laranganNya. Dari sudut pandang bahasa, kata taqwa menarik untuk di bahas. Taqwa berasal dari kata وقي atau “wiqaya” yang sederhananya dapat diartikan sebagai perlindungan, atau lebih tepatnya dalam konteks overprotective, atau perlindungan yang ekstra ketat. Dalam masa sebelum islam, kata “wiqaya” dan “taqwa” juga sudah digunakan. Yaitu ketika mereka menyebut kuda yang melangkah ekstra hati-hati ketika sadel/sepatu kudanya dilepas. Nah, langkah yang hati-hati itu oleh orang Arab disebut taqwa. Dan memang inilah esensinya taqwa, yaitu langkah yang ekstra hati-hati yang dilakukan oleh setiap muslim dan orang beriman, karena dia takut melanggar aturan Allah, atau dia takut Allah tidak ridha dengan apa yang dia kerjakan. Ini lah esensinya taqwa, dari segi bahasa. Nah, runyam kan buat nyederhanain maknanya… 😅😅

Oke, sekarang udah pada tau makna dari setiap kata, mudah-mudahan bisa lebih mengapresiasi dan memaknai ayat ini dengan lebih seksama. Dan tentu yang paling penting, setiap kali bertemu ayat ini, kita makin yakin, sangat yakin, bahwa Quran ini benar-benar datang dari Allah sebagai petunjuk bagi kita manusia. Mudah-mudahan Allah memudahkan kita memahami kitabNya dan menjadikan pedoman dalam hidup.

Sebagai penutup, saya harus beritahukan ini. Dalam lecture aslinya, pemahaman atas ayat kedua ini bisa ditinjau dari 6 sisi. Tapi saya pikir cukup berat untuj dimasukkan dalam sesi kali ini, jadi in syaa Allah akan saya kupas di tulisan berikutnya in syaa Allah. Mohon do’anya dan mohon diingatkan kalau saya terlupa.

Akhirul kalam, wassalamu’alaikum warohmatullah…

Diposkan pada Renungan

Kata “Pengantar”


Assalamualaikum warohmatullah

Alhamdulillah wassholaatu wassalaamu ‘alaa rasulillah, ‘rasulillahamma ba’du

Alhamdulillah disampaikan juga akhirnya ke ramadhan tahun ini. Hayo yang kemaren do’a minta disampaikan ke bulan ramadhan, sekarang saatnya tanggung jawab. Mau ngapain aja kalian di bulan puasa. Kalo saya sih, karena ini bulannya AlQuran, maka tentunya saya ingin lebih intens lagi PDKT dengan Qurannya. Nah kali ini saya mau berbagi sedikit saja tentang awal surah AlBaqarah.

Semua yang punya mushaf, gak peduli bentuk cetakan ataupun digital, coba perhatikan deh, 5 ayat pertama dari surah AlBaqarah pasti di bingkai dan punya hiasan sendiri, sama seperti AlFatihah. Kenapa harus begitu? Kenapa gak disamakan aja dengan yang lainnya? Kenapa mesti beda? Ternyata ada rahasianya. Meskipun saya memang baru memikirkan sekilas tentang ini, tapi saya pikir ini bisa jadi bahasan menarik yang akan membuat kita, atau saya setidaknya, semakin cinta dengan Quran.

Jadi, apanya yang menarik? Sebelum saya jelaskan, saya ingin mengajak pembaca sekalian mengingat ingat lagi segala macam jenis buku yang pernah kalian baca. Apapun itu. Entah karya tulis, buku motivasi, buku pelajaran, buku apapun itu, semua biasa di dahului dengan kata pengantar, ya kan? Isinya juga biasanya hampir mirip. Gak jauh-jauh dari puji syukur ke hadirat Allah, ucapan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat, tujuan kenapa menulis buku ini, special thanks to… , dan menerima masukan kritik dan saran demi perbaikan. Ya gak? Intinya si penulis bersyukur bahwa karyanya diterbitkan dan mohon maaf jika ada kekurangan dan siap menampung kritik dan sarannya. That’s it. Let’s see how Allah said about that.

Quran dimulai dengan Alfatihah. Dan Alfatihah dimulai dengan Alhamdulillah.  Artinya, sejak awal Allah sendiri sudah langsung mengambil kredit bahwa segala pujian dan terima kasih itu hanya milikNya. Dan itu wajar, karena apa? Karena Dia Rabb seluruh alam. Jadi gak mungkin ada yang lebih tinggi dan lebih berhak untuk di puji selain Dia. Saya tantang deh kalo ada yang bisa menemukan Dzat yang bisa menyainginya. Saya jamin pasti percuma saja, karena Allah sendiri yang menjamin tidak ada sesuatupun di jagad raya yang sekufu dengannya. Adakah satu makhluk aja yang berani ngaku-ngaku dan menjamin sebegitunya? Cuma Allah yang berani, dan memang cuma Allah yang berhak. Itu yang pertama.

Next, Allah swt. Berkata di ayat kedua surah AlBaqarah, “dzaalikal kitaab, laa rayba fiihi, hudan lil muttaqiin”. Saya yakin pasti familiar dengan ayat ini, ya gak? Yang artinya, “kitab itu tidak ada keraguan sedikitpun kepadanya, dia adalah petunjuk bagi orang yang bertaqwa”. Supaya bisa mengapresiasi ayat ini, saya akan carikan paralel yang paling mendekati dengan hal ini, yaitu buku pelajaran misalnya, atau buku kuliah. Di setiap buku, di bagian kata pengantar, si penulis pasti bilang, misalnya, “buku ini kami susun bagi mahasiswa tingkat awal jurusan akuntansi untuk mengenal dasar-dasar akuntansi bla-bla-bla…” dan pasti akan diakhiri, “kami sadar bahwa penyusunan buku ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu bla-bla-bla”. Apakah ini terdengar familiar? Jika anda pernah menulis buku, atau cukup aneh untuk membaca kata pengantar dari sebuah buku, saya yakin kalian tidak akan asing dengan kata-kata seperti itu. So, apa yang Allah lakukan? Allah swt. Membalik urutannya. Allah katakan bahwa kitab itu tidak ada keraguan padanya terlebih dahulu? Untuk apa? Untuk menegaskan sejak awal. Jika ada sedikit saja terlintas dikepalamu bahwa Quran ini mungkin salah, mungkin keliru, mungkin salah turun ayat, atau hal-hal yang tidak pantas lainnya, maka ketahuilah, Allah sendiri yang jamin bahwa Quran ini, tidak ada keraguan sedikitpun padanya. Jadi kata-kata seperti “kami sadar penyusunan ini tidak sempurna” atau semacamnya itu tidak laku di Quran. Bahkan sebaliknya, Allah dengan tegasnya bilang, buku ini, gak ada keraguan di dalamnya sedikitpun. Seolah-olah secara tersirat ada tantangan disitu, “silahkan cari jika ada celah atau kelemahan apalagi kesalahan pada AlQuran ini. Niscaya kamu tidak akan bisa karena tidak ada keraguan sedikitpun didalamnya”, or something like that. Dan yang kedua, tujuan diturunkannya quran ini apa? Sebagai petunjuk. Sama seperti buku-buku pelajaran yang punya target pembaca yang khusus. Quran, meskipun ditargetkan umum untuk seluruh manusia, tapi fungsinya sebagai petunjuk hanya berlaku bagi mereka yang bertaqwa. Itu sebabnya, akan ada orang yang hapal Quran, tapi akhlaknya kacau, karena kurangnya taqwa. Qurannya tidak lebih dari tenggorokan mereka. Mudah-mudahan Allah menjauhkan kita dari hal-hal seperti itu. Jadi, fungsi Quran itu banyak, salah satunya petunjuk hanya bagi orang yang bertaqwa.

So, itulah yang membuat awalan dari Quran itu menarik. Allah membuat “kata pengantar” versiNya sendiri yang meyakinkan kita selaku pembaca untuk berpikir, bahwa kitab ini benar-benar dari Allah, bukan karangan manusia. Dan apa yang ada di dalamnya pastilah berguna bagi kita, dan bisa menjadi petunjuk bagi kita jika kita bertaqwa. Maka, wajarlah jika awalan Quran itu mendapat perlakuan khusus. Karena mereka adalah yang terdepan untuk menjadi daya tarik bagi orang untuk membaca dan mempelajarinya. Sebagaimana yang kita tahu, kesan pertama harus menggoda, selebihnya terserah Anda. Ya Quran juga seperti itu. Dia pantas dapat perhatian lebih dari kita. Pantas untuk diikuti oleh kita. Dan pantas jadi petunjuk bagi kita. Bagaimana mungkin kita sibuk mencari sesuatu yang sifatnya dugaan dan hipotesis sementara ada sesuatu yang sudah dijamin kebenarannya dari Dzat yang menciptakanmu sendiri. Bahkan Dia juga menciptakan Alam semesta. Kecil bangetlah urusan kita mah, gak ada apa-apanya. Makanya pelajari aja buku spesial ini dengan serius. Jamin deh pasti kerasa manfaatnya dunia akherat. Okay?

Sekian, semoga bermanfaat. Ini adalah bagian dari program ramadhan saya in syaa Allah. Menulis dan menyemangati orang untuk lebih cinta Quran. Ini semangat Quranku, mana semangat Quranmu? 😉

Wassalamu’alaikum warohmatullah